Pages

Sabtu, Oktober 15, 2016

kesepakatan dalam hati

sigh.. berat mau menulis ini.
suamiku itu.. orang yang pendiam dan tidak tahu cara berbasa-basi yang baik. admit it.
bila dia tidak suka, dia tidak akan langsung bilang "tidak", dia akan berpikir lebih lama untuk mencari celah setuju. kecuali jika dia benar-benar "tidak", maka dia akan ungkapkan. begitu pun dengan hubungan kami, dia bukanlah lelaki seperti glenn alinskie yang serba inisiatif, yang bisa kasi surprise buket bunga ataupun ajakan dinner romantis. no, my man can't do that. dia harus diberi tahu jika kita mau sesuatu.

adalah masalah saya yang ingin kembali bekerja.
suami langsung bilang "no". oh dia tetap bersikukuh pada pendiriannya. dia beralasan kalo penghasilannya insya Allah cukup dan kalopun kurang dia akan bekerja lebih keras lagi. cukuplah aku di rumah saja membesarkan anak-anak.

lalu diam, selalu seperti itu. tanpa mau dengar penjelasan.
tapi saya tahu, kita sama-sama tahu, meskipun tidak saling mengungkapkan.
bahwa cukup kami berdua saja yang jadi korban dari ibu yang bekerja, anak-anak kami jangan.
cukup kami saja anak pertama yang harus mengalah, harus pasrah orang tua yang lebih sayang adik-adik kami.  atau cukup kami saja, anak pertama yang ikut merasakan susahnya ekonomi orang tua kami dalam awal rumah tangga.

sekeras apapun usaha kami dalam prestasi, none of them bats an eye. "lebih sayang" itu karena adik-adik kami alhamdulillah terlahir dalam ekonomi yang lebih baik, situasi yang lebih baik, jadi apapun insya Allah dituruti.

tidak berucap tapi terlihat, pak buk.
mungkin jika bapak ibuk tau saya memendam perasaan seperti ini, beliau pasti sedih. tapi saya pun sudah pernah cerita ke mereka kok, kecewa pasti, tapi mereka malah cenderung marah. sad, kami yang harus prihatin. iya kan, anak pertama memang yang harus paling prihatin. saya sampai bikin bercandaan dengan suami saya, kalau jangan-jangan kita ini anak pungut, karena orang tua kok kesannya lebih sayang ke adik-adik kami. hahhahahaha..

dear manji dan minda, hari ini kalian upload video di instagram tentang minda yang mau jadi ibu rumah tangga karena kalian melihat anak-anak hebat yang ada di IG biasanya ibunya di rumah, saya sudah berpikir dari lama lho. entah kenapa saat itu saya mengingat teman-teman saya yang ranking 1 di sekolah, mama mereka kebanyakan ibu rumah tangga, tiap pulang sekolah dijemput mamanya. dan saya masih ingat jaman SD, waktu kita main buka tutup teratai, pilih papa atau mama, teman saya pilih dua-duanya. saya sampe menekankan, dan dia kekeu ngga mau milih. saya waktu itu pilih papa, karena mama saya sibuk sekali, dan jarang main dengan saya, begitu sampai rumah, tinggal capenya. iya saya bisa maklum, ibu bekerja cari uang untuk masa depan kami. mungkin karena waktu itu masih kecil, jadinya aneka macam memori tidak menyenangkan tentang ibuk terus membekas sampai sekarang, menjadi trauma.

kalau ditanya, apakah saya jealous dengan adik-adik saya?
well iya. jujur, memang iya. adik saya yang kedua sampai sekarang masih suka meminta uang saku ke orang tua, saya ngga suka aja karena menurut saya, ngga dewasa. adik saya yang paling kecil, alhamdulillah sekolah di tempat yang baik, prestige, bahkan study tour ke luar negeri pun, orang tua saya njabani. sekarang dia bercita-cita kuliah di luar negri. bukan main bangganya bapak ibuk saya terhadap adik-adik saya. tapi toh bapak ibuk sepertinya juga tidak merasa keberatan. they still babies in my parents eyes, and i admit it.

alhamdulillah nya, saya hidup di jaman working mom sudah jadi profesi yang kekinian, dan ekonomi tidak sesusah dulu. ditambah ada kemajuan teknologi, terutama forum dumay, online shop dan mbanking yang membuat segalanya lebih mudah. jadinya meskipun cuma ngendon di rumah, tapi  ngga bikin kudet atau pun keteteran. yang penting, shopping bisa jalan teruuusss.. ehehhehehe

saya menulis ini tidak untuk menjustifikasi bahwa working mom itu buruk. tidak. saya hanya mengungkapkan perasaan saya terhadap dua ibu saya, tertuju pada beliau, yang sama-sama mantan working mom. saya pun pernah bekerja dan merasakan betapa susahnya membagi waktu.

hahahha memalukan memang blogging seperti ini. tapi beginilah hidup. dan cukup sampai kami saja yang mengalaminya. anak kami jangan.