Pages

Rabu, Juli 31, 2013

ceritanya nyesel.


menyesal. kenapa sih dulu engga sempet foto sama alat TA?
dulu, saking bencinya sama alat TA yang ngadat di saat engga penting, helpless, no clues, aku jadi engga minat foto sama alat itu.

imo, alat itu cerminan rasa muak dan kemarahanku selama masa TA.
rasanya muak sama dosen yang engga percaya sama alat, sindiran beberapa bastard terhadap ide TA ku, engga lulus-lulus (actually aku santaii yaa awalnya, tapi karena denger rumpi sana rumpi sini, anak-anak yang heboh sendiri pengen cepet lulus, jadilah aku ikutan panik). well, sebenarnya ini pemikiranku sendiri. aku yang menanamkan perasaan itu.. pribadi dengan karakter mudah kepikiranlah penyebabnya.. yah tapi alhamdulillah bisa lulus juga (setelah 9 bulan) =.=

sampai pada beberapa bulan setelah lulus, surat kabar jakarta telepon untuk interview terkait alat TA ku. ada juga calon mahasiswa TA yang tanya-tanya. yang lebih mengejutkan, ada juga penanya aktif via henpon yang merupakan keponakan dari dosen killer yang saat itu jadi saksi sidang lisanku (thanks god, he's just listener). tapi dosen itu sempet ikutan ngomporin + mencibir. biasa lah ya.. mental dosen..
  
saat itulah aku bingung, wartawan minta foto aku sama alatku. aku bingung, dan baru sadar kalau aku engga punya foto itu. aku pengen nangis..

silly me!
aku ngga terimakasih sama alat itu, aku cuman terimakasih karna Tuhan telah meluluskan aku, aku engga terimakasih sama alatku yang udah mati-matian usaha biar fungsi seperti yang aku mau. aku engga bangga sama alatku sendiri dan sibuk membanggakan milik orang lain. salahkuuu. ini salahkuuu...
 
jadi, makasih alatku..
maafkan aku yang ngga sempat foto sama kamu. dan membiarkan kamu di lab. alat TA kampus.
maafkan aku.. semoga mas zen menjagamu dengan baik dan berguna buat orang lain.
i miss you.. and i really love you. i want to hug you..
next time, i'll find you and take photos just the two of us. i swear..

big regret. 
 
aku suka. kamu cantik.
kaya mamamu (aku).

“When one door closes, another opens; but we often look so long and so regretfully upon the closed door that we do not see the one which has opened for us.” - Alexander Graham Bell

Tidak ada komentar: